Dilema Si Bukit Panas Agung

Sumber Gambar: Vice.com
Banner peringatan untuk warga yang tinggal di sekitar kawasan Gunung Agung, Bali.

Gunung Agung atau yang orang Bali yakini sebagai tempat bersemayamnya Para Dewa tengah berada diambang ketidakpastian. Bagaimana tidak? Status si bukit panas yang terletak di Kabupaten Karangasem, Bali, sudah memasuki level IV atau Awas pada 22 September 2017, lalu turun lagi menjadi level III atau Siaga pada 29 Oktober 2017 pukul 16.00 WITA.

Sejauh ini, hanya ada tanda berupa gempa vulkanik dan gempa tektonik yang menunjukkan aktivitas gunung tersebut. Menurut sumber Kompas.com, gempa yang terjadi mencapai rata-rata di atas 500 kali sehari. Gempa tersebut mengalahkan jumlah gempa Gunung Merapi, Yogyakarta yang hanya 250 kali dalam sehari.

Dilansir dari Viva.co.id, pihak Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) pun tidak bisa memperkirakan kapan Gunung Agung akan meletus dan sehebat apa bila terjadi erupsi.

Namun, PVMBG berupaya berkoordinasi dengan lembaga terkait untuk mengevakuasi warga yang berada dekat dari puncak gunung.

Pernyataan serupa juga diungkapkan oleh pakar gunung api asal Selandia Baru, Dr. Janine Krippner yang tinggal di Pittsburgh, Amerika Serikat. Dikutip dari BBC.com, Janine mengatakan, perilaku yang terjadi pada Gunung Agung amat biasa bagi gunung api yang aktif dengan potensi ke arah letusan.

Akibat yang ditimbulkan Gunung Agung, mengharuskan warga sekitar untuk waspada dan mengungsi ke posko-posko yang sudah disediakan pihak Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPDB).

Sutopo Purwo Nugroho selaku Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB juga mengimbau kepada masyarakat agar tidak melakukan aktivitas di seluruh area di dalam radius sembilan kilometer dari si bukit panas itu.

Gunung saja bisa dilema, apa lagi manusia?

Comments